Minggu, 04 November 2012

wajah anak pinggiran

Anak itu masih dengan setianya duduk dipinggir jalan, sambil sesekali menghirup lem aibon yang ditutupi disela-sela kain, terlihat nanar disela-sela wajah mudanya, sambil sesekali mengulangi perbuatan yang sama, menghirupkan lem aibon ke hidungnya.

Anak itu masih terlihat lugu, lugu dalam arti yang sesungguhnya, belum layak rasanya dipekerjakan menjadi seorang peminta-pinta. Terlihat ayu wajah kecilnya, tapi juga terasa kontras dengan kusamnya penampilan yang dibawa. Setiap lampu merah menyala, dengan sigapnya ia akan mendekati pengendara, mengadahkan tangan tanda meminta, dengan wajah belas kasihan berharap pengendara mau merogoh koceknya untuk sekedar memberi, sekedarnya, sekedar buat makan keluarganya, yang sedang menunggu dipinggir trotoar sana.

Ini wajah kita kawan, wajah kebanyakan, wajah seakan-akan tanpa harapan, apakah harus diperangi dengan memasukannya kedalam tahanan, atau ada sedikt asa yang kita bawa buat mereka. Tidak memberi kepada anak kecil yang meminta-minta dipinggir jalan dengan alasan nanti akan terbiasa, itu juga bukan solusi, toh pemerintah abai terhadap mereka, toh pemerintah seakan tidak berdaya, karna terlalu sibuk mengurus perutnya.

Ini wajah kita, penerus generasi selanjutnya, penerus perjuangan bangsa, tapi tidak terurus oleh negaranya, sendiri. Akankah kita cukupkan kepada mereka, atau mungkin kita menjadi bagian dari sebuah solusi kedepannya.

Masih pagi di akhir pekan.

Tidak ada komentar: